A. Pengertian media kultur jaringan
Media
merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan
perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara
umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan
sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta
bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan
telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk
eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya.
Media
tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama,
hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan. Media
dasar yang sering digunakan dalam kultur jaringan Anthurium sendiri adalah
media MS dan modifikasinya ( Pierik et al.,1974; Pierik dan Steegmans,
1976;Kunisaki, 1980; Kuenhle et al., 1992; Chen et al; Hamidah et al., 1997;
Teng, 1997;2 ; Rachmawati, 2005), media Nitsch dan modifikasinya (Geir, 1986,
1987, 1988).
B. Nama- Nama Media Dasar Kultur Jaringan
Menurut George dan Sherington (1984) ada media dasar yang
pada umumnya diberi nama sesuai dengan nama penemunya, antara lain:
1. Medium dasar Murashige dan Skoog
(MS), digunakan hamper pada semua macam tanaman terutama herbaceous. Media ini
memiliki konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk
NO3- dan NH4+.
2. Medium dasar B5 atau Gamborg,
digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan legume lain.
3. Medium dasar white,
digunakan untuk kultur
akar. Medium ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral
yang rendah.
4. Medium Vacint Went (VW),
digunakan khusus untuk medium anggrek.
5. Medium dasar Nitsch dan
Nitsch, digunakn untuk kultur tepung sari (Pollen) dan kultur sel.
6. Medium dasar schenk dan
Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang berkayu.
7. Medium dasar Woody Plant
Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang berkayu.
8. Medium dasar N6, digunakan
untuk tanaman serealia terutama padi, dan lain-lain.
Komposisi Media Tanam Kultur Jaringan
Pada
umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat
pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang
dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan
dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam
amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun
sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan (Gunawan, 1992).
Zat
pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam
jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam Gunawan, 1992). Zat
pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk mengendalikan dan
mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini mempengaruhi pertumbuhan dan
morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Jenis dan konsentrasi ZPT
tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Secara umum, zat pengatur tumbuh
yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu auksin,
sitokinin, dan giberelin.
Auksin
digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus,
akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh hormon kelompok auksin
adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen
Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan
untuk menstimulus pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk.
Menurut Gunawan (1992), golongan ini sangat penting dalam pengaturan pembelahan
sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan
adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP). Dan giberelin untuk
diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus. Hormon
kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1.
Penggunaan
hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian, karena jika
terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan
menghambat bahkan berdampak negatif terhadap tanaman kultur. Karena interaksi
antar hormon dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel.
Kebutuhan
nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada dasarnya
sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah. Unsur-unsur hara
yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan pokok yang harus
tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan
unsur hara mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam
mineral. Komposisi media dan perkembangannya didasarkan pada pendekatan
masing-masing peneliti (Gunawan, 1992).
1.
Unsur Hara Makro
adalah
hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro tersebut
meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S),
Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur
jaringan menurut Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai berikut:
1)
Nitrogen (N)
Diberikan
dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4,NH2SO4.Berfungsi untuk membentuk protein, lemak,
dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas),
pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan
vegetatif.
2) Fosfor (P)
diberikan
dalam bentuk KH2PO4.Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor
membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/amilum,
pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan
sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam nukleat.
3 Kalium (K)
diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman,
memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion
kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan
tekanan osmotik di antara se
4) Kalsium (Ca)
diberikan
dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar, penggandaan
atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan membran
sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen, mengeraskan batang,
memproduksi cadangan makanan.
5) Sulfur (S)
Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan
beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga
berperan penting dalam pembentukan bitil-bintil akar.
6) Magnesium (Mg)
diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O.Berfungsi untuk
meningkatkan kandungan fosfat, pembentukan protein.
7) Besi (Fe)
diberikan
dalam bentuk Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2O.Berfungsi sebagai penyangga (chelatin agent)
yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media selama digunakan untuk
menumbuhkan jaringan tanaman.Pada tanaman, Fe berfungsi untuk pernapasan dan
pembentukan hijau daun.
2. Unsur Hara Mikro
Adalah
hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan
komponen sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan proses fisioligi
lainnya (Gunawan, 1992). Unsur hara mikro tersebut diantaranya adalah :
a.
Klor (Cl), diberikan dalam bentu KI.
b.
Mangan (Mn), diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O.
c.
Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk CuSO4.5H2O.
d.
Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl2.6H2O.
e.
Molibdenun (Mo), diberikan dalam bentuk NaMoO4.2H2O.
f.
Seng (Zn), diberikan dalam bentuk ZnSO4.4H2O.
g.
Boron (B), diberikan dalam bentuk H3BO3.
3. Usur Tambahan Lainya
Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur
jaringan tanaman adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin),
pyridoxine (vitamin B6). Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur
jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel.
Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang digunakan
sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman
eksplan.
Mio-Inositol atau meso-insitol sering digunakan sebagai
salah satu komponen media yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat
pengaturtumbuh merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan (Yusnita,
2004).
Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber
nitrogen organik. Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam media
kultur jaringan, karena sumber sumber nitrogen utamanya sudah tersedia dari
NO3- dan NH4+. Asam amino yang sering digunakan adalah glisin, lysin dan
threonine. Penambahan glisin dalam media dengan konsentrasi tertentu dapat
melengkapi vitamin sebagai sumber bahan organik (Yusnita, 2004).
Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur,
karena umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan
mempunyai laju fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan
membutuhkan karbohidart yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Gautheret
dalam Gunawan (1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang
terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa,
sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir
cukup memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber
energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.
Berikut
penjelasan dari masing-masing komposisi media tersebut :
1. Hara Makro
Unsur hara makro.
terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dan
jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca),
magnesium (Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi optimum yang dibutuhkan untuk
mencapai pertumbuhan maksimum bervariasi diantara jenis tanaman.
Media kultur harus mengandung sedikitnya 25-60 mM nitrogen
anorganik untuk pertumbuhan sel tanaman. Sel-sel tanaman mungkin dapat tumbuh
pada sumber N dari nitrat saja, tetapi diketahui bahwa pertumbuhan yang lebih
baik adalah apabila mengandung nitrat dan amonium. Nitrat yang disediakan
umumnya berkisar 25-40 mM, konsentrasi amonium berkisar antara 2-20 mM. Akan
tetapi untuk beberapa spesies tanaman konsentrasi amonium > 8 mM akan
menghambat pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh dalam media kultur yang hanya
mengandung amonium sebagai sumber nitrogen jika satu atau lebih terdapat
asam-asam yang terlibat dalam siklus TCA (seperti sitrat, suksinat, atau malat)
juga terdapat dalam media pada konsentrasi sekitar 10 mM. Apabila nitrat dan
amonium sebagai sumber nitrogen digunakan bersama dalam media maka ion-ion
amonium akan digunakan lebih cepat dibandingkan dengan ion-ion nitrat. Kalium
dibutuhkan untuk pertumbuhan sel bagi sebagian besar spesies tanaman.
Umumnya media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat atau
klorida) pada konsentrasi 20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S
dan Ca berkisar antara 1-3 mM. Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara
tersebut mungkin diperlukan jika terjadi defisiensi dari hara yang lain.
2.
Hara Mikro
Unsur hara mikro
yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan jaringan tanaman mencakup besi
(Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi (Cu) dan molibdenum (Mo). Besi
dan seng yang digunakan dalam pembuatan media harus dalam bentuk yang ter
”chelate”. Besi adalah yang paling kritis diantara semua hara mikro. Besi
sitrat dan tartrat dapat digunakan untuk media kultur, tetapi senyawa ini sulit
untuk larutdan biasanya akan terpresipitasi setelah media dibuat. Masalah ini
dipecahkan oleh Murashige & Skoog dengan men ”chelate” besi dengan
menggunakan asam etilen diamintetraasetik (EDTA).
Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media
tetapi kebutuhan yang jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na)
dan klorida (Cl) juga digunakan pada beberapa media tetapi tidak begitu penting
untuk pertumbuhan sel. Konsentrasi Cu dan Co yang biasanya ditambahkan pada
media sekitar 0.1 µM, Fe dan Mo 1 µM, I 5µM, Zn 5-30 µM, Mn 20-90 µM, dan B
25-100 µM.
3.
Karbon dan Sumber Energi
Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media
kultur adalah sukrosa. Glukosa dan fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan
sebagai pengganti sukrosa, dimana glukosa mempunyai efektivitas yang sama
dengan sukrosa dibanding dengan fruktosa. Karbohidrat lain yang pernah
dicobakan adalah laktosa, galaktosa, rafinosa, maltosa dan pati, tetapi semua
karbohidrat tersebut umumnya mempunyai hasil yang kurang baik dibandingkan
sukrosa atau fruktosa. Konsentrasi sukrosa normal dalam media kultur berkisar
antara 2 dan 3%.
Karbohidrat harus tersedia dalam media kultur karena sangat
sedikit sel dari jenis tanaman yang diisolasi dapat bersifat autotropik, yaitu
kemampuan menyediakan kebutuhan karbohidrat sendiri melalui asimilasi CO2
selama proses fotosintesa. Sukrosa dalam media kultur secara cepat akan diurai
menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa adalah yang pertama digunakan oleh sel,
diikuti oleh fruktosa. Saat media disterilisasi dengan autoclave, sebagian
sukrosa akan mengalami hidrolisa. Apabila sukrosa yang diautoklap ada bersama
komponen media lain maka proses hidrolisa akan lebih besar. Kultur dari
beberapa spesies tanaman akan tumbuh baik pada media yang sukrosanya diautoklap
dibandingkan dengan media yang sukrosanya disterilisasi dengan filter. Hal ini
dimungkinkan akan menguntungkan sel-sel karena tersedianya glukosa dan
fruktosa.
4. Vitamin
Pada
beberapa media kultur juga sering ditambahkan vitamin-vitamin seperti biotin,
asam folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E (tokoperol), riboflavin,
dan asam p-aminobenzoik. Meskipun vitamin-vitamin tersebut bukan merupakan
faktor pembatas pertumbuhan, tetapi sering memberikan keberhasilan dalam kultur
sel dan jaringan tanaman. Biasanya penambahan vitamin-vitamin tersebut ke dalam
media dilakukan apabila konsentrasi thiamin dianggap dibawah taraf yang
diinginkan atau apabila jumlah populasi sel-sel yang tumbuh masih rendah.
5. Asam Amino dan Sumber Nitrogen Lainnya
Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam
media kultur adalah asam amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin,
L-asparagin, dan adenin. Casein hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi
antara 0.05-0.1%. Asam amino biasanya ditambahkan pada media terdiri dari
beberapa macam, karena sering diperoleh bahwa penambahan satu jenis asam amino
saja justru dapat menghambat pertumbuhan sel. Contoh penambahan asam amino
dalam media untuk meningkatkan pertumbuhan sel adalah glisin 2 mg/L, glutamin
hingga 8mM, asparagin 100 mg/L, arginin dan sistein 10 mg/L, dan tirosin 100
mg/L. Adenin sulfat juga sering ditambahkan pada media kultur yang fungsinya
dapat menstimulir pertumbuhan sel dan meningkatkan pembentukan tunas.
6.
Bahan Organik Komplek
Arang aktif
(activated charcoal) juga sering digunakan pada media kultur. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juiga dapat merugikan.
Pada kultur beberapa tanaman seperti anggrek, bawang, wortel dan tomat dapat
menstimulir pertumbuhan dan diferensiasi, tetapi pada kultur tanaman tembakau,
kedelai dan teh justru akan menghambat pertumbuhan. Pengaruh arang aktif
umumnya diarahkan pada salah satu dari tiga hal berikut: penyerapan
senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat pengatur tumbuh atau menggelapkan
warna media. Penghambatan pumbuhan karena kehadiran arang aktif umumnya karena
arang aktif dapat menyerap ZPT. NAA, kinetin, BAP, IAA dan 2iP semuanya dapat
terikat oleh artang aktif.
IAA
dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif. Arang aktif
dapat menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan arang aktif
mengikat senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan selama dalam
kultur. Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan kedalam media kultur umumnya
sebanyak 0.5-3%.
7.
Bahan Pemadat dan Penyangga Biakan
Media
kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu dengan
penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat lain, agar
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air, agar akan
terbentuk bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat
pada suhu 45oC; (ii) gel agar bersifat stabil pada suhu inkubasi;
(iii) agar gel
tidak bereaksi dengan komponen dalam media dan tidak dicerna oleh ensim
tanaman. Kualitas fisik agar dalam media kultur tergantung pada konsentrasi dan
merek agar yang diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar yang digunakan
dalam media kultur berkisar antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai
dengan aturan. Penggunaan arang aktif
(0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agar
yang terbentuk.
Kemurnian
agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor yang penting. Agar
yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat mempengaruhi ketersediaan
hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan agar yang murni sangat diperlukan
terutama untuk tujuan percobaan. Untuk memurnikan agar dapat dilakukan dengan
cara mencuci dengan air destilasi selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol
dan dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam.
Bahan
pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin
pada konsentrasi 10%, akan tetapi terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada
suhu 25oC. Methosel dan alginat juga pernah dicobakan sebagai bahan
pemadat media, tetapi kedua bahan tersebut sulit penanganannya serta harganya
cukup mahal. Bahan lain yang dapat digunakan adalah agarose (konsentrasi
0.35-0.7%), dimana jenis agar ini banyak digunakan pada pekerjaan teknik kultur
protoplas. Saat ini bahan pemadat yang banyak digunakan adalah agar sintetik
yaitu Phytagel (produk Sigma Chemical) dan Gelrite (produk Kelco Corp.). Agar
jenis ini hanya digunakan 2-2.5 g/L dan menghasilkan gel yang bening yang cocok
untuk mendeteksi ada tidaknya kontaminan.
Gel
agar
juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang ditanam dalam
media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah). Metoda lain yang
dapat digunakan untuk penopang atau penyangga biakan adalah jembatan kerta
filter (filter paper bridges), sumbu kertas filter (filter paper wick), busa
poliuretran, celophane berlubang dan poliester. Apakah eksplan akan tumbuih
lebih baik pada media agar
atau dengan penyangga, tergantung dari spesies tanaman yang dikulturkan.
8. Zat
Pengatur Tumbuh
Terdapat
empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur jaringan
tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan Miller
adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin
dan sitokinin
menentukan jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan
tanaman. Auksin
dan sitokinin
yang ditambahkan kedalam media kultur mempunyai tujuan untuk mendapatkan
morfogenesis, meskipun perbandingannya untuk mendapatkan induksi akar dan tunas
bervariasi baik ditingkat genus, spesies bahkan kultivar.
Sitokinin
yang ditrambahkan dalam media kultur
umumnya ditujukan untuk menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan
tunas dan proliferasi tunas aksiler, dan untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme
kerja sitokinin tidak secara pasti diketahui, namun demikian beberapa senyawa
yang mempunyai aktivitas mirip sitokinin
diketahui terlibat dalam transfer-RNA (t-RNA). Sitokinin
juga menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa RNA dan menstimulasi aktivitas
protein dan enzim
pada jaringan tertentu.
Teknik
kultur jaringan dapat dilaksanakan dengan dua metode yaitu:
Ø
Metode
Padat (Solid Method)
Metode pada dilakukan
dengan tujuan mendapatkan kalus dan kemudian dengan medium
diferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas sehingga kalus
dapat tumbuh menjadi planlet. Media padat adalah media yang
mengandung semua komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan kemudian
dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat. Zat pemadat tersebut dapat berupa
agar-agar batangan, agar-agar bubuk, atau agar-agar kemasan kaleng yang yang
memang khusus digunakan untuk media padat untuk kultur jaringan.
Media yang terlalu padat
akan mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit untuk menembus ke dalam
media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan menyebabkan kegagalan dalam
pekerjaan. Kegagalan dapat berupa tenggelamnya eksplan yang ditanam. Eksplan
yang tenggelam tidak akan dapat tumbuh menjadi kalus, karena tempat area
kalus yaitu pada irisan (jaringan yang luka) tertutup oleh medium.
Metode padat dapat
digunakan untuk metode kloning, untuk menumbuhkan protoplas stelah
diisolasikan, untuk menumbuhkan planlet dari protokormus
stelah dipindahkan dari suspensi sel, dan untuk menumbuhkan planlet
dari prtoplas yang sudah difusikan (digabungkan).
Ø Metode Cair(Liquid Method)
Penggunaan metode cair ini
kurang praktis dibandingkan dengan metode padat, karena untuk menumbuhkan kalus
langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga keberhasilannya sangat kecil dan
hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat berhasil. Oleh karena itu, penggunaan
media cair lebih ditekankan untuk suspensi sel, yaitu untuk menumbuhkan plb
(prtocorm like bodies). Dari protokormus ini nantinya dapat tumbuh menjadi
planlet apabila dipindahkan kedalam media padat yang sesuai.
Pembuatan media cair jauh
lebih cepat daripada media padat, karena kita tidak
perlu memanaskannya untuk melarutkan
agar-agar. Media cair juga tidak memerlukan zat pemadat sehingga keadaannya
tetap berupa larutan nutrein.
AKLIMATISASI KULTUR JARINGAN
Prinsip kultur jaringan adalah mengambil sebagian jaringan tanaman, kemudian
menumbuhkannya di dalam media buatan, sehingga tumbuh menjadi tanaman yang
sempurna. Jaringan tertentu pada tanaman, seperti ujung akar, pucuk, kambium,
tunas yang masih kecil.
Aklimatisasi adalah pemindahan
tanaman dari lingkungan steril (in vitro)
kelingkungan semisteril sebelum dipindahkan ke lapangan. Aklimatisasi merupakan
saat paling kritis dalam perbanyakan tanaman secara kultur in vitro karena peralihan dari heterotrhop ke autotroph. Organisme
heterotroph adalah organisme yang kebutuhan makanannya memerlukan satu atau
lebih senyawa karbon organik, makanannya tergantung pada hasil sintesis
organisme lain. Adapaun organisme autotroph adalah organisme yang membuat
makanannya dari zat-zat anorganik (Darmono, 2003).
Keuntungan menanam dengan kultur jaringan antara lain :
1. Dihasilkan populasi tanaman dalam jumlah besar
2. Kultur jaringan dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman
yang sukar diperbanyak dengan metode konvensional, seperti stek dan cangkok.
3. Dihasilkan tanaman bebas virus dengan cara penumbuhan sel
bebas virus dari tanaman induk yang terserang atau terinfeksi virus
4. Kultur jaringan dapat dilakukan setiap saat atau tidak
tergantung musim
5. Dapat dibuat variasi genetik melalui manipulasi sel
genetik, seperti hibridisasi atau fusi dua sel somatik baik interspesifik
maupun spesifik
Faktor-faktor
yang mempengaruhi aklimatisasi, antara lain:
1. Terjadinya proses transpirasi yang tinggi sehingga dapat
menyebabkan hilangnya kandungan air dalam jaringan tanaman.
2. Bibit belum atau kurang mampu melakukan proses
fotosintesis.
3. Terjadinya busuk atau kontaminasi oleh mikroorganisme.
Adapun faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi yaitu sebagai berikut:
1. Keasaman (pH)
Keasaman
(pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan dari larutan
dalam air. Keasaman (pH) suatu larutan menyatakan kadar dari ion H dalam
larutan. Nilai di dalam pH berkisar antara 0 (sangat asam) sampai 14 (sangat
basa), sedangkan titik netralnya adalah pada pH=7.
Sel-sel
tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH
yang relatif sempit dengan titil optimal antara pH 5,0 dan 6,0. Bila eksplan
sudah mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur dalam media kultur jaringan
mempunyai peran yang sangat penting dalam menstabilkan pH. Penyimpangan pH
dalam medium yang mengandung garam tinggi kemungkinan terjadi lebih kecil,
karena kapasitas buffernya lebih besar. Kapasitas kultur sel untuk penggunaan
NH4+ sebagai satu-satunya sumber N tergantung pada
pengaturan pH dari medium di atas 5.
Pengukuran
pH dapat dilakukan dengan pH meter, atau bila menginginkan yang lebih praktis
dan murah dapat digunakan kertas pH. Bila ternyata pH medium masih kurang dari
normal, maka dapat ditambahkan KOH 1-2 tetes. Sedangkan apabila pH melampaui
batas normal dapat dinetralkan dengan meneteskan HCL.
2. Kelembaban
Kelembaban
relatif (RH) lingkungan biasanya mendekati 100%. RH sekeliling kultur
mempengaruhi pola pengembangan. Jadi, pengaturan RH pada keadaan tertentu
memerlukan suatu bentuk diferensiasi khusus.
3. Cahaya
Intensitas
cahaya yang rendah dapat mempertinggi embriogenesis dan organogenesis. Cahaya
ultra violet dapat mendorong pertumbuhan dan pembentukan tunas dari kalus
tembakau pada intensitas yang rendah. Sebaliknya, pada intensitas yang tinggi
proses ini akan terhambat. Pembentukan kalus maksimum sering terjadi di tempat
yang lebih gelap.
4. Temperatur
Temperatur
yang dibutuhkan untuk dapat terjadi pertumbuhan yang optimum umumnya adalah
berkisar di antara 200-300C. Sedangkan temperatur optimum
untuk pertumbuhan kalus endosperm adalah sekitar 250C. Faktor
lingkungan, di samping faktor makanan (media tanam) yang cocok, dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi.
Alasan
perlunya dilakukan aklimatisaisi antara lain :
- Untuk mengetahui teknik aklimatisasi tanaman.
- Untuk mendapatkan media yang sesuai untuk pertumbuhan eksplan.
- Untuk mengetahui pengaruh media aklimatisasi terhadap pertumbuhan dan keberhasilan aklimatisasi.
SUMBER:
http://erry-devianto.blogspot.com/2013/04/aklimatisasi-kultur-jaringan.html